KONSEP PENYIARAN AGAMA-AGAMA


.

Pengertian
Pertama, agama sebagai suatu doktrin atau ajaran yang termaktub dalam teks-teks kitab suci. Kedua, agama sebagai aktualisasi dari doktrin tersebut yang terdapat dalam sejarah.“dakwah” dalam Islam dan misi.
Penyiaran agama (tabligh) sekaligus bagian dari bentuk dakwah pada dasarnya adalah suatu usaha yang didasari tujuan luhur, yakni bagian dari mengajak orang lain menuju keselamatan Islam. Karenanya tidak heran apabila ajaran Islam sangat menganjurkan kegiatan dakwah ini. Dalam Kristen, manusia itu harus diselamatkan (exlecia nulla salus), tindak penyelamatan ini merupakan titah Yesus yang harus dilaksanakan kapan dan dimana saja berada, yang kemudian melahirkan konsep missionary (orang-orang yang di utus menyebarka injil).
Jika di Indonesia saja terdapat sekurang-kurangnya lima agama besar ditambah dengan berbagai aliran kebatinan atau kepercayaan. Maka sebanyak dan seruwet itulah proses penyiaran agama yang terjadi. Jangankan lima agama, satu agama saja dengan berbagai aliran, mazhab serta sekte telah melahirkan konsep dan paradigma penyiaran yang berbeda-beda.
Atas dasar tersebut, mengetahui dan menyikapi paradigma penyiaran agama-agama adalah suatu kemestian bagi masyarakat yang hidup di tengah-tengah pluralitas agama, lebih-lebih para dai, organisasi kemasyarakatan (ormas) pengambil kebijakan.

Konsep Dasar Penyiaran Agama Perspektif Katolik
Umat Kristen adalah menganut agama terbesar di dunia sekitar 2 miliar penganut dan terbagi ke dalam lebih 20.000 sekte atau gereja . Umat Kristen percaya bahwa Yesus Kristus adalah putra Allah, sungguh-sungguh manusia dan tanpa dosa. Prinsip ini, melandasi ajaran iman yang dipercayai selama berabad-abad. Untuk lebih lengkapnya ajaran iman (rukun iman) ini dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama,Trinita adalah satu Allah tiga pribadi, Allah Bapak, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Kepercayaan pada trinitas sangat memperkuat iman Kristen dan secara implicit terdapat dalam kredeo Nicea.
Kedua, penjelmaan menunjuk pada Allah lahir menjadi daging dalam diri Yesus dan menekankan bahwa Yesus benar-benar Yesus dan juga benar-benar manusia.

Ketiga, penebusan dosa merupakan rekonsiliasi antara Allah dengan manusia yang di dapatkan kematian dan kebangkitan Yesus. Yesus adalah teladan agung bagi manusia yang mengorbankan jiwa supaya dosa dunia dapat diampuni. Segala sesuatu disempurnakan oleh kematian dam kebangkitan Yesus.
Secara teologis, teks-teks dalam berbagai kitab, baik perjanjian lama, perjanjian baru dan kitab-kitab sesudahnya dapat ditelusuri beberapa ayat yang mengandung anjuran dan perintah untuk menyebarkan agama. Teks-teks dalam kitab ini menjadi salah satu landasan filosofis penyiaran Kristen, khususnya katolik. Misalnya, dalam sabda Tuhan yang berbunyi: “persiapkanlah dipadang guruan jalan untuk Tuhan, luruskan dipadang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup dan setiap gunung dan bukti diratakan.” (Yesaya, 40: 3-4). Dan berbagai anjuran mengenai titah Yesus agar menyampaikan kabar gembira sebagai konsekuensi keimanan dan menyebarkan hingga ke Nusantara.
Gereja katolik pertama didirikan di Maluku pada tahun 1522. Pada missinaris periode ini kebanyakan dari masyarakat Yesus (the society of yesus). Bahkan Xavier, seperti dikutip Alwi Shihab , menulis dan mengatakan bahwa, “jika setiap tahunnya selusin pendeta saja datang ke sini, maka gerakan Islam tidak akan dapat bertahan lama, dan semua penduduk kepulauan ini akan menjadi pengikut ajaran Kristen.”Mungkin ini ramalan yang pernah menghebohkan dan membuat umat Islam beraksi, bahwa pada lima puluh tahun ke depan. Indonesia akan menjadi lautan nasrani.
Setidak-tidaknya ada dua hal seperti, dikatakan Franz Magnis Suseno SJ yang paling esensial dalam membisarakan filosofis penyiaran agama menurut katolik, kedua tersebut antara lain:
Pertama, Yesus mengutus murid-muridnya kepada jemaat. Dalam semua empat injil (Mathius, Markus, Lucas dan Yohanes) untuk sebagian memakai tradisi-tradisi yang tidak tergantung satu sama lain. Yesus yang mengutus murid-muridnya menjadi saksi kebangkitan Yesus untuk membawa manusia kepada kepercayaan.
Kedua, khotbah-khotbah Paus Yohanes Paus ll. Dalam setiap kesempatan, ajakan-ajakan menciptakan perdamaian serta membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan sering menjadi tema sentral dalam khotbah-khotbahnya. Paus adalah rasul yang masih hidup hingga sekarang.

Konsep Penyiaran Agama Persektif Protestan
Misi Kristen masuk ke Indonesia hampir bebarengan dengan proses kolonialisasi orang-orang eropa. Hal ini sedikitnya memperoleh kekuatan spirit dan bantuan materi dari penguasa dalam langkah-langkah penyebaran agama. Misi Kristen, ketika datang ke Indonesia, dilakukan dengan berbagai terobosan-tetobosan baru dan boleh dikata cukup elegan, terbuka serta canggih. Di jawa misalnya, agama Kristen masuk melalui penetrasi budaya jawa. Sikap seperti ini tidak mungkin dilakukan tanpa sikap toleran terhadap budaya setempat,
Dalam perspektif protestan, sebagai agama misi seperti dikatakan Einer M. Sitompul menekankan pada aspek pemberitaan dalam arti “memberitakan kabar baik” dan pusat penyiaran adalah injil (gospel) yang pada intinya adalah menyampaikan kabar baik kepada semua orang. Misi dalam pandangan protestan muncul karena munculnya kezaliman dan penyelewengan-penyelewengan kemanusiaan. Efek dari penampakaan penyelewengan tersebut kemudian muncul keprihatinaan-keprihatinan; penindasan social (pengangguran masal dan pelacuran), masalah ekonomi (kemiskinan dan pemutusan hubungan kerja), politik sampai penyelewengan penyembahan berhala.
Ada pengaruh kuat jika kita berbicara model baru misi Kristen. Alan bailyis, pemuka Kristen dari gereja baptis di Inggris mengemukakan perselisihan dua kelompok dalam Kristen; aliran Evangeles dan aliran Ecumenis sangat memprihatinkan. Yang pertama bersifat eksklusifistik dan yang kedua lebih bersifat inklusif.
Perselisihan tersebut timbul akibat perebedaan orientasi “misi” dan “interpretasi”. Bagi Evangelis, misi Kristen terutama ditujukan kepada individu dan hubungan kepada Tuhan. Tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan imannya dan mereka yang masih ada “di luar” untuk ikut serta bergabung.
Hal senada diungkapkan Einar M. Sitompul yang mengatakan bahwa tekanan misionaris adalah pada penyiaran. Sedangkan bertambahnya jumlah penganutnya sebenarnya bukan tujuan melainkan hasil dari penyiaran (jika diterima dan diakui). Kuantitas umat bukanlah tujuan idea, karena tujuan umat adalah iman dengan sepenuh hati.
Misi bagi umat Kristen adalah merupakan tugas suci (holy burden) dan great commission (perintah agung) memenuhi perintah Tuhan, “Pergilah dan ciptakanlah pengikut dari segala bangsa, lakukan pentahbisan kepada mereka atas nama bapak dan anak serta roh kudus .” Ini adalah ayat yang acuan proses kristenisasi dan conversi dalam paradigma lama Kristen.
Atau seperti dikatakan Paul Knitter, seperti dikutip Alwi Shihab pengkristenan bukanlah tujuan akhir gereja, tapi yang lebih penting adalah upaya meningkatkan derajat manusia, yaitu lebih dekat pada Tuhan, atau seperti terungkap dalam Alquran adalah untuk bertemu sang khalik.
Ada diantara mereka yang menyebarkan Injil dengan cara berjualan jam tangan dan perhiasan seperti Johanes Ende, dan mengunjungi orang-orang jawa diperkampungan. Selain itu, penginjilan juga mendapat dukungan dari pada tukang “ngelmu” yang mencari secercah curahan dari agama.
Semangat menyala pada para missioner adalah iman kristiani. Ungkapan “Bumi itu adalah panggung yang mempertontonkan kemuliaan Allah” adalah spirit dan tenaga dalam semangat mengabdi.
Dari paparan diatas, penulis melihat setidaknya ada beberapa metode dan strategi misi Kristen yang sangat menonjol, khususnya pada skhir abad-19 yang oleh Karel Antony Steenbrink disbut sebagai abad misi, cara-cara tersebut di antaranya:
Pertama, fokus operasional wilayah misi adalah wilayah yang masih “gadis” atau wilayah “pagan” yang belum dimasuki dakwah agama lain.
Kedua, aadanya dukungan baik langsung maupun tidak langsung dari kolonia Belanda. Perkataan Raja William l pada tahun 1810 seperti dikutip Alwi Shihab yang mengeluarkan dekrit yang mengatakan bahwa para missionaris akan diutus ke Indonesia oleh pemerintah (baca pemerintah Hindia Belanda).
Ketiga, bahwa dalam dalam melaksanakan panggilan Yesus tersebut, para misionaris menunjukkan keikhlasan yang mengagumkan. Mereka rela mengorbankan harta bahwa nyawa dan keluarga sekalipun.
Secara vertical, umat Kristen jangan hanya menjadi Kristen KTP (kartu tanda penduduk) atau jadi Kristen “mingguan” (dating kegereja hanya pada hari minggu saja), tanpa mewujudkan idealisme Kristen dan menghayati secara sungguh-sungguh. Secara horizontal, umat Kristen merasa terpanggil untuk mengambil bagian dalam mengatasi kesulitan bangsa Indonesia, kendati tak dapat dilaksanakan secara menyeluruh. Mengintensitaskan perhatian kepada keluarga. Mulai pembinaan pra nikah hingga mengikuti retreat pasutri (kegiatan rohani pasangan suami istri). Pembinaan jamaat mulai balita hingga remaja/dewasa terus-menerus diintensifkan sampai benar-benar memiliki moral dan sikap beragam yang kokoh.

Konsep Penyiaran Agama Perspektif Budha
Agama Budha atau Budhisme bukanlah agama baru dalam sejarah Indonesia, tetapi sudah lama ada dan berkembang, bahkan ditempat asalnya India, Budhisme telah berumur lebih dari 2500 tahun dengan 400 juta penganutnya yang terbesar di seluruh dunia. Pemimpin agama ini adalah Siddharta Gautama.
Budhisme memiliki dua jenis; Theravada dan Mahayana. Theravada artinya “jalan bagi kaum tua-tua.” Ajarannya didasarkan pada kitab Pali Canon yang dibagi menjadi tiga bagian; Vinaya Pitaka (tentang sangha); Sutta Vitaka (berisi ceramah-ceramah Budha); dan Abhimdhamma Pitaka (berisis analisis ajaran Budha).
Sementara Mahayana (kendaraan besar) memandang Shidarta Gautama adalah manusia yang memilki kelebihan. Mereka percaya bahwa budha ada dan ada dimana-mana. Selain para Canon, kitab yang menjadi sandaran pengikutnya adalah “sabda budha” yaitu n Vimlakirti Sutra dan Tibetan Book of the Dead. Mahayana memiliki tiga prinsip utama. Prinsip termasuk adalah; pertama, orang tidak boleh bergantung pada usaha mereka sendiri untuk mencapai nirvana. Tetapi, mereka dibantu menuju penceramah oleh Bodhisattva yang sudah memperoleh pencerahan.; kedua, apa pun dapat digunakan sebagai kendaraan menuju koan (pertanyaan yang tak ada jawabannya) tak terkecuali menebang pohon atau mengalirkan air; ketiga, sangha yang dapat membantu mencapai pencerahan. Sangha adalah komunitas para rahib yang mengikuti pengajaran budha. Penganut ajaran Mahayana terbesar di Negara-negara, seperti Jepang, Korea, Tibet, Cina dan Nepal.
Sementara yang dimaksud aliran lima atau “pancasila Budha” adalah sebagai berikut: Pertama, mereka tidak boleh membunuh atau merusak benda-benda hidup; Kedua, tidak boleh mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya; Ketiga, mereka tidak boleh menyalahgunakan seks; Keempat, tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak pantas, seperti berbohong, menyebar rumor da gosip; dan Kelima, tidak boleh menggunakan obat terlarang dan alcohol, karena akan menggangu pikir dan penalaran.
Jika melihat perkembangan sejarah agama Budha, maka dapat dilihat betapa upaya mewujudkan dan menjaga kelas tarian bahkan kerukunan umat beragama, berlangsungan sebagaimana diamanatkan Sang Budha kepada Upali. Upaya melaksanakan kehidupan beragama dari sang Budha itu kemudian dilaksanakan Empu Tantular pada masa Majapahit, sehingga raja Asoka dan Hayam Wuruk berhasil membangun kerajaa besar, makmur dan sejahtera.

Gerakan Dakwah Etnis Tionghoa
Menurut perkiraan, jumlah orang tionghua lebih dari satu juta jiwa dan banyak dari mereka yang sudah muslim. Menurut Junus Jahja mereka yang memeluk Islam sangat kecil, yaitu sekitar 30.000-an orang. Mereka yang masuk Islam terdiri dari berbagai kalangan dan latar belakang profesi. Mulai generasi muda yang berpendidikan SMP, SMA, Mahasiswa, karyawan muda, akademisi maupun pengusaha. Mereka semakin akrab dengan masyarakat pribumi yang pada akhirnya ingin mengetahui apa itu Islam.
Untuk lebih mengenal gerakan dakwah etnis Tionghua di Indonesia, telah tercatat dalam sejarah masa lampau. Hamper enam abad yang lalu, seperti ditulis Hembing Wijayakusuma tercatat seorang muslim dari Yunan bernama Tjen He, ia pernah singgah dalam pelayaran di jawa (Tuban, Gresik, dan Cirebon) berdakwah menyebarkan Islam, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara.
Ada beberapa model gerakan dakwah terhadap gerakan orang Tionghua, tentunya selain dakwah yang dilakukan oleh sendiri-sendiri melalui tabligh (penyampaian dakwah) dan khuruj (keluar rumah untuk mengajak orang masuk Islam). Gerakan-gerakan dakwah tersebut antara lain:
Pertama, dengan mendirikan pusat-pusat kegiatan Islam, semacam Islamic center. Yunus Yahya mencatat beberapa yayasan maupun pusat studi Islamyang didirikan oleh muslim Tionghua, seperti yayasan Haji Karim Oei yang bertujuan menyampaikan Islam kepada etnis Tionghua. Nama Karim Oei diambil dari seorang tokoh bernama Karim Oei (1905-1988) ia masuk Islam pada tahun 300-an.
Kedua, mendirikan pusat-pusat ibadah seperti Mesjid. Di Jakarta ada sebuah Mesjid yang dikenal sebagai “Mesjid Lautze”. Di mesjid ini diadakan salat jumat, idul Fitri, Idul Adha dan pengajian-pengajian rutin sehingga banyak orang Tionghua yang tertarik mempelajari Islam.
Ketiga, mendirikan pusat-pusat Islam (Islamic studies) terutama di sudut-sudut kota yang rawan terhadap konversi (convertion center) dilingkungan orang-orang Tionghua mulai berani menikah dengan orang pribumi, terutama muslimnya. Ungkapan-ungkapan seperti “ono cino iso ngaji” dan “ono cino mlebu mesjid” di jawa misalnya dapat menjadi salah satu factor integratif budaya asing dan budaya asing dan budaya pribumi. Ini adalah akses besar dalam proses Islamisasi bangsa Tionghua.






Dalam masa satu dasawarsa terakhir banyak terjadi kerusuhan dan konflik
yang melibatkan umat beragama, secara khusus terjadi antara umat Kristiani dan Muslim Indonesia. Kerusuhan dan konflik ini menyisakan banyak korban, puing-puing dan reruntuhan sekaligus juga pertanyaan ”Mengapa kerusuhan tersebut bisa terjadi?” dan ”Apa akar permasalahan di balik itu semua?” Banyak analisa yang telah dikemukakan para pakar untuk menjawab persoalan tersebut mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dll. Namun penulis dalam penelitian ini mencoba mencari sisi lain dalam memberikan jawaban pada pertanyaan yang sama.
Penelitian ini mencoba menelusuri beberapa laporan penelitian tentang kasus-kasus kerusuhan yang terjadi di Indonesia yang secara khusus melibatkan unsur-unsur agama. Fokus penelitian ini ditujukan pada 2 (dua) kasus kerusuhan yang terjadi tahun 1996 dan 1997, yaitu kerusuhan Situbondo Jawa Timur dan Rengasdengklok Jawa Barat. Asumsi awal penulis dalam melihat kasus-kasus kerusuhan tersebut adalah bahwa konflik dan kerusuhan yang melibatkan unsur-unsur agama sedikit atau banyak tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur agama itu sendiri, seperti konsep, doktrin, atau ajarannya. Dalam hal ini penulis melihat aspek teologis seperti konsep tentang ’misi’ dalam agama Kristen dan ’dakwah’ dalam agama Islam perlu dilihat dan dikaji lebih jauh guna melihat kaitan serta peranannya dalam kasus-kasus kerusuhan di atas.
Perlunya melihat kembali konsep misi dan dakwah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa misi dan dakwah masih menjadi ”pekerjaan rumah” yang belum selesai dalam hubungan antar umat beragama (dalam pengertian mengandung implikasi konflik laten dalam pelaksanaannya), khususnya antara umat kristiani dan umat muslim Indonesia. Ada 2 (dua) rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama, seperti apakah bentuk gerakan misi dan dakwah dalam peta kasus kerusuhan sosial bernuansa agama di daerah Situbondo Jawa Timur dan Rengasdengklok Jawa Barat tahun 1996-2007? Dan kedua, bagaimanakah peranan gerakan misi dan dakwah tersebut dalam terciptanya kerusuhan sosial bernuansa agama di daerah Situbondo dan Rengasdengklok? Melalui pendekatan teologis normatif dan fonomenologis serta menggunakan teori ”kemunculan norma” dari Smelser, penulis menemukan bahwa gerakan misi dan dakwah dalam agama Kristen dan Islam berperan sebagai bagian dari faktor penentu terjadinya kerusuhan dalam kasus kerusuhan Situbondo dan Rengasdengklok karena masuk dalam kategori atau relevan dengan 4 (empat) dari 6 (enam) faktor penentu yang memunculkan perilaku kolektif seperti kerusuhan. Faktor yang berhubungan dengan gerakan misi dan dakwah tersebut adalah: Kesesuaian struktural, ketegangan struktural, kemunculan dan penyebaran pandangan, dan faktor pemercepat. Adapun bentuk gerakan misi dan dakwah dalam peta kerusuhan sosial bernuansa agama tersebut adalah upaya penyebaran agama dan pendirian rumah ibadah oleh kalangan umat Kristiani yang dibarengi oleh perlawanan dan oposisi dari umat Muslim.

Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong
pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam. Dakwah merupakan suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

Your Reply